INILAHINDONESIA.COM ,JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 4 orang Tersangka terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi berupa suap dalam pengurusan administrasi hukum umum (AHU) di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI.
Para Tersangka tersebut yaitu EOSH selaku Wakil Menteri Hukum dan HAM, YAM Pengacara, YAR Asisten Pribadi EOSH, dan HH Wiraswasta/Direktur Utama PT CLM.
KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap Tersangka HH untuk 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 7 s.d 26 Desember 2023 di Rutan KPK.
Dalam konstruksi perkaranya, dugaan tindak pidana korupsi ini berawal dari adanya sengketa di internal PT CLM tahun 2019 s.d 2022 terkait status kepemilikan. HH kemudian meminta bantuan EOSH menyelesaikannya. Terjadi pertemuan oleh HH, EOSH, YAR, dan YAM di rumah dinas EOSH.
Dimana EOSH bersedia memberikan konsultasi hukum terkait administrasi hukum umum PT CLM.
Selanjutnya Tersangka EOSH menugaskan YAR dan YAM sebagai representasinya, dengan kesepakatan besaran fee untuk diberikan HH kepada EOSH sejumlah sekitar Rp4 Miliar. Selain itu, HH juga mengalami permasalahan hukum di Bareskrim Polri. EOSH kembali bersedia membantunya dan menjanjikan proses hukumnya dapat dihentikan melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan adanya penyerahan uang sejumlah sekitar Rp3 Miliar.
Tersangka HH kembali meminta bantuan EOSH untuk membuka hasil RUPS PT CLM yang terblokir dalam sistem administrasi badan hukum (SABH) Kemenkumham karena adanya sengketa internal PT CLM. Atas kewenangan EOSH sebagai Wamenkumham maka proses buka blokir terlaksana. HH kembali memberikan uang sejumlah sekitar Rp1 Miliar untuk keperluan pribadi EOSH maju dalam pencalonan Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).
KPK kemudian menjadikan pemberian uang sejumlah sekitar Rp 8 Miliar dari HH kepada EOSH melaui YAR dan YAN tesebut sebagai bukti permulaan awal untuk penelusuran dan pendalaman lebih lanjut.
Atas perbuatannya, HH sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pelayanan publik menjadi salah satu sektor prioritas pemberantasan korupsi oleh KPK. Sektor ini memiliki risiko tinggi terjadinya praktik korupsi, sekaligus bersentuhan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat. KPK berharap adanya akselerasi perbaikan sistem pelayanan publik dengan menerapkan prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi, efektivitas, dan efisiensi.
(Humas KPK,Ardi Kulle,tim red)