Kasus Dugaan Korupsi Soal Ujian : Tiga Tersangka, LSM Soroti Kejaksaan Jeneponto.

InilahIndonesia.com, Jeneponto – Kasus dugaan korupsi pengadaan soal ujian tingkat Sekolah Dasar (SD) tahun anggaran 2023 di Kabupaten Jeneponto terus bergulir. Kejaksaan Negeri Jeneponto telah menetapkan dan menahan tiga tersangka dalam perkara ini. Ketiganya kini ditahan di Rutan Kelas IIB Jeneponto.

Tiga tersangka tersebut masing-masing berinisial NA (mantan Kepala Dinas Pendidikan Jeneponto), UB (Kepala Dinas Pendidikan aktif, nonaktif karena kasus ini), serta IL (pihak swasta penyedia pengadaan soal).

Ketua DPD LSM Gerak Turatea Jeneponto, Hamsah Rapi, angkat bicara menyoroti proses hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan. Ia menilai penetapan tersangka terhadap ketiga orang tersebut sarat kekeliruan dan tidak menyentuh akar persoalan.

Bacaan Lainnya

“Berdasarkan informasi yang kami terima, justru kebijakan penggandaan soal ujian itu lahir dari para Korwil Dinas Pendidikan di tingkat kecamatan, bukan dari Kepala Dinas,” ungkap Hamsah kepada awak media.

Ia juga menyoroti bahwa pengelolaan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) tidak melalui Dinas Pendidikan kabupaten, melainkan langsung ke rekening masing-masing kepala sekolah.

“Kalau dananya dikelola kepala sekolah, kenapa yang ditetapkan tersangka justru Kepala Dinas dan mantan Kepala Dinas?” tanya Hamsah.

Media ini menelusuri pernyataan tersebut dan memperoleh informasi bahwa sejumlah Koordinator Wilayah (Korwil) mengaku hanya menjalankan instruksi dari Kepala Dinas melalui surat disposisi. Pernyataan ini kemudian menjadi dasar penyidik untuk menjerat pimpinan dinas.

Namun, UB selaku Kepala Dinas nonaktif membantah hal itu. Ia mengaku tidak pernah menginstruksikan Korwil untuk menggandakan soal, baik secara lisan maupun tertulis.

“Saya hanya mengeluarkan imbauan kepada kepala sekolah agar menggandakan sendiri soal ujian. Itu pun hanya untuk tingkat SMP. Untuk SD, saya tidak pernah mengeluarkan disposisi atau perintah menggandakan,” ujar UB.

Ia juga menjelaskan bahwa dalam disposisinya tidak ada perintah tentang penggandaan, biaya, maupun penunjukan pihak tertentu.

Sementara itu, tersangka IL, penyedia jasa penggandaan soal, mengaku heran dengan status hukumnya dalam perkara ini. Ia menegaskan bahwa seluruh pekerjaan dilakukan berdasarkan permintaan dan hasil cetaknya telah diserahkan ke sekolah.

“Saya bukan pejabat. Saya hanya pengusaha yang mencetak sesuai permintaan. Semua soal juga sudah dikirim ke sekolah. Kalau dikatakan korupsi, lalu di mana kerugiannya?” katanya saat ditemui di Rutan Jeneponto.

IL juga mempertanyakan angka dugaan kerugian negara yang mencapai Rp2,8 miliar, sementara nilai proyek yang ia terima hanya sekitar Rp1,6 miliar. “Angkanya tidak masuk akal. Untuk mencetak, saya butuh bahan, tenaga kerja, dan ongkos kirim. Dari mana angka Rp2,8 miliar itu muncul?” katanya.

Salah satu kepala SMP juga menyatakan bahwa penggandaan soal di jenjang SMP dilakukan oleh masing-masing sekolah. “Kalau kebijakan itu dari dinas, mestinya semua tingkatan sekolah melakukan hal yang sama. Faktanya tidak demikian,” ucapnya.

Ketua LSM Panser Jeneponto, Amir Kusbi, juga menduga kasus ini mengarah pada kriminalisasi. “Kalau memang soal ujian itu ada dan digunakan, lalu di mana kerugian negaranya? Ini seperti kasus yang dipaksakan,” tegas Amir.

Ia meminta Kejaksaan Negeri Jeneponto untuk meninjau ulang kasus ini dan menuntaskan dana jasa cetak yang belum dibayarkan kepada penyedia barang.

 

Pewarta: Djumatang/ Tim Med

Pos terkait