InilahIndonesia.com, Jakarta – Pernyataan Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati, yang menyebut pajak sebagai bentuk “sedekah” mendapat sorotan tajam dari Lembaga Pemberantasan Korupsi dan Penegakan Keadilan (L-PK2).
Menurut L-PK2, pernyataan tersebut keliru dan berpotensi menyesatkan pemahaman publik. Pasalnya, dalam ajaran agama, zakat dan sedekah merupakan kewajiban yang dibebankan kepada orang kaya untuk membantu fakir miskin, sedangkan pajak adalah kewajiban negara yang dipungut dari seluruh rakyat – baik kaya maupun miskin – guna membiayai kebutuhan bangsa dan penyelenggaraan negara.
“Zakat jelas bersumber dari kalangan mampu untuk disalurkan kepada yang membutuhkan. Sementara pajak, dipungut oleh negara dari semua golongan, bahkan masyarakat kecil, untuk membiayai pembangunan, pelayanan publik, dan kebutuhan nasional. Jadi tidak tepat bila dianalogikan sebagai sedekah,” tegas Syamsuddin, Koordinator L-PK2 Bidang Penelitian dan Pengembangan Data.
Lebih lanjut, Syamsuddin menekankan bahwa pemerintah harus berhati-hati dalam mengelola pajak, karena setiap rupiah adalah amanah rakyat. Untuk itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didorong agar lebih aktif memperkuat fungsi pengawasan dan penindakan terkait potensi penyalahgunaan dana pajak.
“Rakyat sudah patuh membayar pajak, maka negara wajib menjamin pengelolaannya tanpa praktik korupsi dan penyalahgunaan anggaran. KPK jangan ragu menindak tegas siapapun yang bermain-main dengan uang rakyat,” ujarnya.
L-PK2 menegaskan, pajak adalah instrumen konstitusional untuk mewujudkan keadilan sosial. Karena itu, pejabat publik perlu berhati-hati dalam menyampaikan narasi, dan lebih fokus memastikan bahwa pajak benar-benar dikelola secara transparan, akuntabel, serta bebas dari praktik korupsi.
Pewarta: Umar/ Tim Med