BRI Takalar Diduga Langgar Hukum, Sertifikat Nasabah Tidak Di kembalikan Usai Kredit Lunas

Inilahindonesia.com, TAKALAR — Kasus serius mencuat di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Canrego, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar. Seorang nasabah bernama Asrul kecewa berat karena sertifikat tanah miliknya tak kunjung dikembalikan meski kreditnya telah lunas jauh sebelum Idul Fitri lalu.

Asrul mengaku sudah puluhan kali mendatangi kantor BRI, namun hanya mendapat janji tanpa kepastian.
“Katanya sertifikat saya sedang dicari, padahal kredit saya sudah lunas. Janji tinggal janji,” keluhnya, Jumat (22/8/2025).

Dalam bukti percakapan WhatsApp, seorang pegawai BRI berinisial R mengakui bahwa berkas nasabah belum ditemukan.
“Untuk pencairan berkasnya sampai dengan hari ini belum didapat karena lebih dari 15 ribu berkas mau disusun terlebih dahulu 🙏,” demikian isi pesan tersebut.

Bacaan Lainnya

Namun, sebulan sejak pesan itu dikirim, sertifikat tak kunjung kembali.
“Kami sudah capek dipimpong. Kesabaran kami sudah habis. Kami menuntut kejelasan resmi,” tegas Asrul.

Syamsuddin, Koordinator Bidang Penelitian dan Pengembangan Data pada Lembaga Pemberantasan Korupsi dan Penegakan Keadilan (L-PK2) menegaskan, kasus ini sangat serius.
“Jika benar BRI menahan atau kehilangan sertifikat nasabah, ini sudah masuk kategori pelanggaran hukum. Bukan hanya melawan UU Fidusia, tapi juga berpotensi melanggar KUHP Pasal 372. Bank tidak boleh mempermainkan dokumen masyarakat,” tegasnya.

L-PK2 Menilai Penahanan sertifikat pasca-pelunasan kredit diduga melanggar sejumlah aturan hukum, di antaranya:

UU No. 42/1999 tentang Jaminan Fidusia, Pasal 25: bank wajib mengembalikan jaminan setelah lunas.

POJK No. 11/POJK.03/2015: bank wajib menjaga administrasi agunan dengan aman.

UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen: larangan menahan hak konsumen.

KUHP Pasal 372 tentang Penggelapan: ancaman pidana bagi pihak yang menguasai barang orang lain secara melawan hukum.

Jika sertifikat benar-benar hilang atau disalahgunakan, kasus ini bisa masuk ranah tindak pidana penggelapan dokumen berharga.

L-PK2 mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan aparat penegak hukum segera turun tangan.

“Kasus ini bisa jadi puncak gunung es dari masalah administrasi BRI. OJK wajib hadir, dan penegak hukum harus bertindak jika ada unsur pidana,” tambah Syamsuddin.

Kasus ini memicu keresahan nasabah lain yang khawatir sertifikat mereka bernasib sama. Publik kini menunggu sikap tegas BRI pusat dan langkah investigasi OJK demi melindungi hak-hak nasabah.

Publik mendesak manajemen BRI, khususnya Kantor Wilayah Makassar dan BRI Pusat di Jakarta, untuk segera memberikan klarifikasi terbuka dalam bentuk:

Konferensi pers resmi menjelaskan status sertifikat Asrul dan dokumen nasabah lain.

Audit internal menyeluruh terhadap pengelolaan agunan di BRI Unit Canrego.

Komitmen tertulis untuk mengembalikan semua dokumen jaminan nasabah yang telah melunasi kredit.

Jika BRI tidak segera memberi jawaban resmi, kepercayaan publik dikhawatirkan runtuh, dan persoalan ini berpotensi masuk ke ranah hukum.

 

 

Pewarta : Daeng Tiro/ Tim Med

Pos terkait