Kasus Penyerobotan Tanah Di Camba-Camba: Publik Desak Polsek Batang Segera Tahan Pelaku

Gambar Jenis Mobil Avanza warna Putih DD 1172 MU yang  di gunakan tersangka melakukan Dugaan Tindak Pidana,sebagai barang bukti yang sampai saat ini Pihak Penyidik Belum melakukan Penyitaan.

 

InilahIndonesia.com, Jeneponto – Tujuh bulan berlalu sejak H. Agus Salim melaporkan dugaan penyerobotan tanah di Dusun Tonrowa, Desa Camba-Camba, Kecamatan Batang, Kabupaten Jeneponto, pada 13 Februari 2025. Namun hingga kini, proses hukum di Polsek Batang Polres Jeneponto masih bergulir tanpa kepastian Keadilan, Minggu (6/9/2025).

Bacaan Lainnya

Perkara ini sempat menunjukkan perkembangan ketika penyidik Lama menetapkan Achmad Puji Alwi bin Alwi Alias Mappuji sebagai tersangka pada 26 Mei 2025. Korban berharap aparat segera menahan pelaku agar rasa keadilan tidak tercederai dan masyarakat tetap percaya pada penegakan hukum.

Ironisnya, sertifikat asli tanah milik pelapor telah disita penyidik sejak 17 Juni 2025 melalui surat STP/02/VI/RES.1.2/2025/Reskrim. Sementara barang-barang yang digunakan pelaku dalam dugaan tindak pidana justru tidak ikut disita lebih lebih pelaku yang juga belum di tangkap. Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar di masyarakat. Bahkan, pelaku dikabarkan sempat bersama sekelompok orang melakukan Dugaan penyerangan ke rumah korban.

“Laporan saya sudah sejak Februari lalu. Saya harap pihak kepolisian segera menangkap dan memproses hukum pelaku,” jelas H. Agus Salim kepada media.

Pemerhati hukum Mustani, SH, menilai lambannya penanganan perkara ini mencederai rasa keadilan publik di Butta Turatea.

“Tujuh bulan kasus ini bergulir, tersangka sudah ada, bukti ada, tapi keadilan belum ditegakkan. Lebih aneh lagi, barang bukti yang digunakan pelaku tidak disita. Ada apa ini?” tegas Mustani.

Menurutnya, kasus ini bukan perkara biasa karena terdapat unsur kesengajaan yang jelas. Pelaku bisa dijerat pasal berlapis, termasuk karena dengan sengaja menutup akses jalan masuk rumah warga selama tiga hari berturut-turut.

Mustani menegaskan, dengan bukti otentik, saksi yang telah diperiksa, serta Achmad Puji yang sudah ditetapkan tersangka berdasarkan hasil gelar perkara, seharusnya aparat bergerak cepat dan tegas.

“Jika barang-barang yang digunakan pelaku dibiarkan tanpa disita, ini bisa mengarah pada pembiaran atau bahkan intervensi. Polsek Batang harus menjaga integritasnya. Ini bukan sekadar soal satu korban, tapi soal kepastian hukum bagi masyarakat Jeneponto,” tambahnya.

Adapun pasal yang berpotensi menjerat pelaku adalah:

Pasal 167 ayat (1) KUHP: masuk atau berada di rumah/pekarangan tertutup orang lain tanpa izin. Ancaman pidana 9 bulan penjara atau denda Rp4.500.

Pasal 257 UU No. 1 Tahun 2023: melarang memaksa masuk atau tetap berada di tempat orang lain secara melawan hukum. Ancaman pidana 1 tahun 6 bulan penjara.

Dengan demikian, pelaku dapat dijerat pasal berlapis dengan ancaman hukuman kumulatif lebih dari 2 tahun penjara.

Dalam pernyataannya, Mustani menekankan tiga poin penting:

1. Proses hukum yang lamban mencederai rasa keadilan masyarakat.

2. Polsek Batang harus profesional dan independen, tanpa kesan pembiaran.

3. Kasus ini menyangkut kepastian hukum seluruh warga negara, bukan hanya persoalan pribadi.

“Hukum harus berdiri tegak di atas kebenaran. Kepastian hukum adalah hak setiap warga negara,” pungkas Mustani.

Sementara itu, Kanit Reskrim Polsek Batang, Hamka, kemedia (5/9)  mengakui adanya kendala teknis.

“Petunjuk Jaksa sudah saya penuhi, cuma jaringan EMP masih error sehingga saya terkendala mengirim SPDP lanjutan. Karena itu hari SPDP dikembalikan,” jelasnya.

Kapolsek Batang saat  juga memberikan jawaban diplomatis. Kemedia ini (5/9/2025)

“Kami tetap mempelajari dan melengkapi, maunya cepat selesai. Namun kasus ini sudah ada jauh sebelum kami menjabat. Mohon doa agar diberi kemudahan menuntaskan perkara ini,” ucap Kapolsek.

Sorotan juga datang dari Aktivis dan tokoh masyarakat Jeneponto, Jumatang yang menilai lambannya proses hukum dapat merusak kepercayaan publik terhadap aparat.

“Kalau kasus jelas seperti ini saja berlarut-larut, bagaimana dengan kasus lain yang lebih besar ? Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan dan muncul stigma percuma lapor polisi. Penegakan hukum harus tegas, transparan, dan berkeadilan,” ujarnya. Jumatang

Kasus ini kini menjadi perhatian publik di Jeneponto. Warga mendesak aparat kepolisian bekerja profesional, cepat, dan transparan demi tegaknya kepastian hukum dan keadilan.

 

Pewarta: Syamsuddin / Tim Med

Pos terkait