Takalar, InilahIndonesia.com – Ratusan warga Kecamatan Laikang kembali memadati Kantor DPRD Takalar, Kamis (/11/2025),
Kedatangan mereka untuk menyuarakan penolakan keras terhadap rencana pembangunan kawasan industri di wilayah mereka. Kedatangan massa diterima langsung di ruang Komisi I DPRD Takalar.
Anto Manjarreki, Jenderal Lapangan aksi, menegaskan bahwa rencana perubahan tata ruang harus ditinjau ulang karena dinilai merugikan masyarakat.
“Intinya kami menolak kawasan industri di Laikang. Kami minta Ketua DPRD meninjau kembali Ranperda tersebut,” tegasnya.
Penolakan juga datang dari tokoh masyarakat Kecamatan Laikang. H. Sirajuddin Noto, yang juga Ketua BPD Desa Punaga, menyampaikan bahwa proses pengambilalihan lahan sangat tidak berkeadilan.
“Harga tanah hanya Rp5.000 per meter. Ini bentuk kezaliman. Mayoritas warga hidup dari hasil laut, terutama petani rumput laut. Jika kawasan industri masuk, kehidupan kami pasti terancam,” ujarnya.
Kasim, tokoh masyarakat lainnya, menambahkan bahwa Laikang merupakan salah satu sentra budidaya rumput laut terbesar di Indonesia.
“Jika industri dipaksakan, maka mata pencarian masyarakat akan hilang. Kami menolak dan siap melawan kebijakan yang zalim,” tegasnya Kasim.
APPAMALLA Desak Pemkab Hentikan Aktivitas PT KITA dan Penuhi Tujuh Tuntutan Warga
Aliansi Pemuda, Masyarakat, dan Mahasiswa Lintas Laikang (APPAMALLA) juga mengeluarkan pernyataan sikap resmi atas memanasnya kondisi sosial di Laikang.
Pernyataan itu ditandatangani Jenderal Lapangan Anto Manjarreki dan Korlap Dirman.
APPAMALLA menilai bahwa proses perencanaan kawasan industri dilakukan tanpa transparansi, minim pelibatan masyarakat, dan berpotensi memicu konflik horizontal.
Rencana relokasi warga disebut sebagai ancaman terhadap ruang hidup dan ketenangan sosial masyarakat.
Tujuh Tuntutan APPAMALLA kepada Pemkab dan DPRD Takalar:
Transparansi penuh atas seluruh proses perencanaan kawasan industri, termasuk amdal dan kajian lingkungan.
Pelibatan masyarakat secara bermakna dalam setiap tahapan kebijakan publik.
Tidak menjual aset daerah secara sepihak kepada korporasi.
Menghentikan intimidasi atau tekanan psikologis terhadap warga yang menolak menjual lahan.
DPRD mengevaluasi regulasi perubahan tata ruang yang berpotensi merugikan warga.
Tidak menerbitkan SPPT “siluman” atas lahan bersengketa hingga ada putusan MK.
Penghentian sementara aktivitas PT KITA di Desa Laikang sampai seluruh tuntutan dipenuhi.
APPAMALLA menegaskan bahwa gerakan ini merupakan bentuk pembelaan ruang hidup masyarakat Laikang dan menuntut pemerintah menunjukkan keberpihakan yang jelas kepada rakyat.
Koordinator Lembaga Pemberantasan Korupsi dan Penegakan Keadilan (L-PK2), Umar, juga angkat bicara terkait memanasnya situasi di Laikang.
Ia menilai polemik ini menjadi indikator penting kualitas tata kelola pembangunan daerah.
“Polemik Laikang adalah cermin rapuhnya tata kelola pembangunan kita. Pembangunan tidak boleh berubah menjadi alat peminggiran rakyat. Transparansi, partisipasi publik, serta perlindungan terhadap mata pencarian masyarakat adalah syarat mutlak. Laikang itu sentra ekonomi rumput laut, bukan ruang kosong yang bisa diubah tanpa mempertimbangkan dampak sosial,” tegasnya Umar
Menurut Umar, DPRD dan Pemkab Takalar memiliki tanggung jawab moral sekaligus amanah konstitusional untuk memastikan kebijakan publik tidak merugikan rakyat kecil.
“DPRD dan Pemkab Takalar harus berdiri tegak pada prinsip keadilan. Kebijakan tidak boleh lahir di ruang gelap atau menabrak rasa keadilan sosial. Pemerintah wajib memastikan masyarakat terlindungi, bukan terdampak negatif oleh keputusan yang mereka buat,” pungkasnya.
Pewarta : Syamsuddin/ Tim Med






