Makassar, Inilahindonesia.com –
Dari total 138 kepala sekolah yang baru-baru ini dilantik dan dimutasi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Takalar, puluhan di antaranya ditempatkan dengan jarak sangat jauh dari domisili tempat tinggal, bahkan mencapai puluhan hingga ratusan kilometer.
Kebijakan tersebut memicu keprihatinan luas, terutama setelah mencuat kasus Ibu Nurhayati, salah satu kepala sekolah yang harus menempuh jarak sekitar 114 kilometer antara rumah dan tempat tugas barunya. Kondisi ini dinilai tidak manusiawi dan berdampak serius terhadap psikologis yang bersangkutan.
Melalui pesan WhatsApp, Ibu Nurhayati mengaku menangis dan memohon agar dapat dikembalikan menjadi guru di sekolah asal, dengan pertimbangan jarak rumah dan tempat tugas yang lebih rasional serta manusiawi.
Situasi ini memantik reaksi dari berbagai kalangan, mulai dari organisasi profesi hingga masyarakat pemerhati pendidikan. Sejumlah kepala sekolah yang terdampak mengungkapkan dugaan kuat bahwa proses mutasi dan penempatan tidak sepenuhnya dilakukan secara objektif dan profesional.
Berdasarkan informasi yang beredar, penempatan kepala sekolah tersebut diduga dikendalikan oleh kelompok tertentu yang memiliki kedekatan dengan Kepala Bidang GTK, yang saat ini menjabat sebagai Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Takalar, serta dikaitkan dengan tim internal yang kerap disebut sebagai “tim Ibu Kadis Rifani.”
Beberapa nama kepala sekolah yang disebut-sebut memiliki peran dalam pengaturan mutasi tersebut antara lain:
Sapar Salam dg Rurung
Hasriani dg Minne
Roni Mustakim
Andi Dewi Purnawati
Listayani (Lita)
Namun ironisnya, saat dikonfirmasi, salah seorang staf Bidang GTK yang dikenal berpengalaman di bidang IT justru mengaku tidak mengetahui secara detail mekanisme mutasi tersebut.
Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya ketidakterbukaan dan minimnya transparansi dalam pengambilan kebijakan strategis di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Takalar.
Atas dasar itu, berbagai pihak mendesak Bupati Takalar dan DPRD Kabupaten Takalar untuk segera mengambil langkah korektif, baik melalui evaluasi personel maupun pembenahan sistem tata kelola mutasi jabatan di sektor pendidikan.
Pasalnya, kebijakan mutasi yang mengabaikan aspek keadilan dan kemanusiaan berpotensi merusak sistem pemerintahan serta berdampak langsung pada menurunnya kualitas pelayanan pendidikan di Kabupaten Takalar.
Desakan publik ini sejalan dengan komitmen yang pernah disampaikan Bupati Takalar dalam debat kandidat, yang menegaskan akan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, profesional, dan berkeadilan.
Publik kini menanti realisasi janji tersebut, khususnya di sektor pendidikan yang menyangkut masa depan generasi daerah.
Transparansi, akuntabilitas, dan keadilan dalam mutasi jabatan dinilai menjadi syarat mutlak agar dunia pendidikan Takalar tidak terus dikorbankan oleh kepentingan kelompok tertentu.
Pewarta : Irsan / Tim Med






