INILAHINDONESIA.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan GS seorang Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA) periode 2017 s.d sekarang sebagai Tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan Gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait pengurusan perkara di MA.
KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap Tersangka GS untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 30 November s.d 19 Desember 2023. Penahanan dilakukan di Rutan KPK.
Dalam konstruksi perkaranya, Tersangka GS diduga melakukan pengondisian beberapa perkara yang disidang dan diputusnya. Dimana amar isi putusannya mengakomodir keinginan dan menguntungkan pihak-pihak berperkara yang mengajukan upaya hukum di MA. Dari pengondisian tersebut, GS menerima pemberian sejumlah uang sebagai bentuk penerimaan Gratifikasi. Diantaranya untuk putusan perkara Kasasi dengan Terdakwa Edhy Prabowo, Rennier Abdul Rahman Latief, dan Peninjauan Kembali (PK) dari Terpidana Jafar Abdul Gaffar.
Sebagai bukti permulaan awal bahwa dalam kurun waktu 2018 s.d 2022 ditemukan adanya aliran uang dari GS berupa penerimaan Gratifikasi sejumlah sekitar Rp15 Miliar. GS kemudian melakukan pembelian berbagai aset bernilai ekonomis diantaranya pembelian rumah secara tunai senilai Rp7,6 Miliar dan sebidang tanah beserta bangunan senilai Rp5 Miliar.
Tersangka GS juga diduga melakukan penukaran uang ke beberapa money changer menggunakan identitas orang lain dengan nilai miliaran rupiah. Atas penerimaan-penerimaan tersebut, GS tidak melaporkannya kepada KPK dalam kurun waktu 30 hari kerja, serta tidak mencantumkan aset-aset tersebut dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Atas perbuatannya, Tersangka GS disangkakan melanggar Pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan TPPU.
Sektor hukum menjadi salah satu prioritas pemberantasan korupsi oleh KPK karena tingginya risiko dan dampak yang dihasilkan dari korupsi pada sektor ini. Penanganan korupsi dalam pengurusan perkara di peradilan sekaligus sebagai dukungan perwujudan sektor hukum yang berintegritas dan bersih dari praktik-praktik korupsi.
(Humas KPK/Ardi Kulle/Tim Red)