InilahIndonesia.com, Makassar — Keputusan mengejutkan Polda Sulawesi Selatan membuka peluang memulangkan 40 terduga pelaku penipuan online jika dalam 1×24 jam tak ada laporan korban, memantik gelombang kemarahan publik.
Ketua Lembaga Pemberantasan Korupsi dan Penegakan Keadilan (L-PK2), Ardi Kulle, S.Sos., M.H., dengan tegas menyoroti langkah Kapolda Sulsel yang dinilai melemahkan perjuangan pemberantasan kejahatan digital.
“Ini preseden buruk bagi hukum di Indonesia. Bagaimana mungkin pelaku jaringan penipuan online berskala besar diperlakukan seperti tamu?” kecam Ardi dalam konferensi pers di Warkop Mallangkeri, Makassar, Minggu (27/4/2025).
Pernyataan resmi Polda Sulsel yang diunggah Sabtu (26/4/2025) langsung viral, mengundang gelombang kecaman dari masyarakat, aktivis hukum, hingga para korban kejahatan siber.
Padahal, sebelumnya Kodam VII/Hasanuddin menuai pujian atas keberhasilan membongkar jaringan ini dan mengamankan 40 orang. Namun, langkah Polda Sulsel dinilai justru mengkhianati kerja keras tersebut.
Ardi menegaskan, seharusnya Polda Sulsel memperdalam pemeriksaan, mendata lebih rinci, dan membuka ruang bagi korban-korban yang belum sempat melapor. Ia mencontohkan kasus Rabiyathul Adawiya, korban penipuan rekrutmen kerja daring yang mengalami kerugian Rp54 juta dan telah melapor ke Polres Gowa (Bukti Laporan: B/SP2HP.A1/724/VIRES.2.5/2025/Reskrim).
“Pemberantasan kejahatan siber menuntut komitmen total, bukan sikap setengah hati. Keputusan ini rentan membuat pelaku kabur dan barang bukti lenyap,” tegas Ardi.
L-PK2 juga mengajak solidaritas nasional: mendorong seluruh korban segera membuat laporan resmi agar kasus ini mendapat atensi penuh dari aparat penegak hukum.
“Ini soal menjaga marwah hukum kita. Kapolri harus turun tangan! Jangan biarkan kepercayaan rakyat terhadap kepolisian kian runtuh,” tutup Ardi penuh tekanan.
L-PK2 menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas, memastikan keadilan berpihak pada para korban, bukan pada pelaku kejahatan.
Pewarta : Umar/ Tim Med